Rabu, 18 Mei 2011

TERORIS DAN JIHAD

TERORIS DAN JIHAD

A. Pendahuluan

Tepat dua tahun sesudah peristiwa 11 september, harian terkemuka Timur Tengah, Al-Syarqul Aswath, menulis, bahwa bukan saja belum mampu mengatasi aksi terorisme, Amerika serikat bahkan banyak menimbulkan masalah baru karena konsep terorisme melebar kemana-mana. Harian ini mengingatkan agar AS mendengar usul dunia Arab untuk menyepakati terlebih dahulu definisi dan maksud dari terorisme. Mendifinsikan terorisme merupakan suatu cara untuk keluar dari perang jangka panjang yang melelahkan.[1]
Tulisan di atas memberi gambaran kepada kita, bahwasannya betapa rancu dan ambigunya konsep terorisme yang selama ini diopinikan oleh Barat kepada dunia internasional. Ambillah contoh MILF dan MNLF adalah kelompok politik dan militer Muslim di Filipina yang ingin membebaskan masyarakat muslim Mindanau dari intimidasi pemerintah Filipina dikatakan sebagai teroris. Sebagimana yang disiarkan di radio BBC ketika mewawancarai Directur Institute for Popular Democracy di Filipina. Secara resmi, kata Nakamura, kehadiran  tentara As, adalah untuk membantu penumpasan teroris Abu Sayaf, As juga akan memberantas “teroris MILF” lalu “teroris MNLF”.[2]
Sedangkan Zeonis Israel yang nyata-nyata menduduki, mengusir bahkan membantai warga sipil Palestina didukung penuh oleh pemerintahan Amerika Serikat, bahkan menurut Adian Husaini bukan saja secara politik, tetapi juga secara keuangan dan militer. Perdana mentri Israel Ariel Sharon, dalam tayangan Panorama BBC, 17 Juni 2001, oleh jaksa PBB Richard Goldstone, dinyatakan harus diadili sebagai penjahat perang, karena terbukti bertanggung jawab atas pembantaian ribuan pengungsi Palestina di Shabra-Shatila 1982.[3]  Hal ini dapat dilihat juga dalam buku Z.A. Maulani “Zeonisme Gerakan Menaklukan Dunia”, dalam buku ini penulis menyatakan bahka tindakan Sharon sebagai tindakan teroris.[4]
Betapa ambigunya pengertian terorisme dari contoh di atas. Jika orang Islam ingin membela hak-haknya yang dianiaya oleh kelompok lain dikatakan sebagai teroris. Padahal menurut pandangan Islam, bahwa mempertahankan diri dari kejahatan kaum kuffar adalah sebuah perjuangan jihad. Dimana jihad adalah amal perbuatan yang sangat muliah, dan bilamana mati di dalamnya maka diberi predikat sebagai mati Syahid, sebagimana disinyalir oleh Rasulullah SAW: “Hiduplah dengan muliah, atau matilah dengan Syahid”.
Dengan persoalan di atas, maka kami dalam materi makalah ini akan berusaha menguraikan dan mendiskripsikan apa pengertian teroris?, bagaimana ciri-ciri teroris?, apa pengertian jihad?, bagaiman Syarat-syarat jihad?, perbedaan antarateroris dan jihad?.

B. Pembahasan

  1. Pengertian Teroris

Kata “teroris” (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin terrere yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata Teror juga mengandung arti kengerian. Tentu saja, kengerian dihati dan pikiran korbannya. Akan tetapi, hingga kini tidak ada definisi terorisme yang bisa diterima secara universal. Pada dasarnya istilah “terorisme” merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Tidak ada negara yang ingin dituduh mendukung terorisme atau menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-kelompok terorisme.tidak ada pula negara yang dianggap melakukan tindak terorisme karena menggunakan kekuatan (militer). Ada yang mengatakan, seseorang bisa disebut sebagai pelaku teroris sekaligus juga sebagai pejuang kebebasan. Hal itu tergantung dari sisi mana memandangnya. Itulah sebabnya, hingga saat ini tidak ada definisi terorisme menurut kepentingan dan keyakinan mereka sendiri untuk mendukung kepentingan nasionalnya (kompas).
Sedangkan  menurut Adi Gunawan Kata “teroris” berasal dari kata “teror” yang berarti “kekacauan[5] dalam bahasa Arab “مخبوط”. [6] “Terorisme” adalah tindakan pengacauan terhadap masyarakat untuk mencapai tujuan terutama dalam bidang politik.[7]  Predikat terorisme diberikan kepada sekelompok orang yang ingin melakukan kekacauan terhadap suatu tatanan pemerintahan yang mapan, disebabkan ketidak puasan atau ketidak-setujuan terhadap pemerintahan yang sah. Terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan yang diorganisir dengan baik (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskriminatif).
Politik adalah perang tanpa pertumpahan darah, sedang perang adalah politik dengan pertumpahan darah (Mao Tse Tung). Pertanyaan ini menunjukkan bahwa dibalik perang yang digelar oleh masing-masing bangsa seringkali ada misteri kepentingan yang sangat besar. Ada strategi dan barangkali kepentingan politik global yang membuat suatu bangsa menempuh jalan memerangi bangsa lain, rela mengorbankan nyawa, dan menghadirkan penderitaan besar bagi umat manusia, termasuk tidak malu disebut sebagai penjahat perang dan pelaku terorisme yang menyebarkan bencana dimuka bumi.[8]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa terorisme adalah mengacu pada permasalahan sosial-politik, yang mana kekacauan yang ditimbulkan oleh teroris disebabkan terjadinya adanya gap antara pemerintahan dengan penguasa oposisi yang tidak setuju dengan kebijakan yang ada, dan kemudian mereka para oposisi mengambil tindakan tidak sehat. Nmeskipun tidak semua kekacauan yang ditimbulkan teroris adalah mengacu pada permasalahan politik, namun sebagaian besar adalah politik penyebabnya.

  1. Pengertian Jihad

Secara etimologi kata jihad berasal dari bahasa Arab, kata jihad diambil dari kata dasar جـهـد yang berarti بـذل طقة والوسٍعٍ او هو مشقة”,[9] yaitu mengerahkan segala kemampuan, atau menurut Ibrahim anis yang sulit, yang susah. (Ibrahim Anis, 1972 : 142). Dalam Al Qur’an kata dasar jahdun dapat ditemukan pada Surat al-Maidah (ayat 53), al-Anam (109), an-Nahl (38), an-Nur,:42.[10]
            Adapun pengertian Syar’i, Jihad ialah sebagaimana digambarkan dalam hadits “ seorang laki-laki berkata kepada Rosulullah saw. Apakah jihad itu? Rosulullah saw menjawab: yaitu kamu memerangi kafir ketika menjumpai mereka”.
            Kalimat di atas merupakan potongan hadits shahih riwayat Ahmad dengan sanad yang rijalnya rijalus shahih. Jumhur fuqaha’ berpendapat, bahwa kalimat jihad jika diartika secara mutlak, berarti qital (perang) dan mengerahkan segala kemampuan dengan peperangan itu demi tegaknya kalimat Allah.
            Pengertian yang agak mencakup ialah sebagaiman disebutkan oleh Hanafiyyin: “mengerahkan segala usaha dan kekuatan , dengan melaksanakan perang di jalan Allah Azza wa jalla, dengan jiwa harta dan lisan dan lainnya.
            Adapun pengertian fi sabilillah, jika dimaksudkan secara mutlak, berarti menunjukkan pengertian yang dikehendaki oleh pengertian jihad, yaitu bermakna qital (perang di jalan Allah).[11] Karena itulah para penulis kitab memasukkan hadits Bukhari “Barang siapa yang Shaum sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari api nerakasejauh 70 tahun”, kedalam bab jihad. Ini dapat dirujuk dalam kitab At-Targhib wat-Tarhib oleh al-Mundziry, shahih Bukhari dan lainnya.
            Perlu diperhatikan bahwa memahami pengertian jihad menurut Syar’i adalah sangat penting sebagaimana ibadah sholat, shaum yang memiliki rukun dan adab-adab tersendiri dan sunnah-sunnah-nya, maka demikian pula dengan jihad.
            Sebagai contoh, shaum pada asalnya bermakna “menahan dan mencegah”, sedangkan shalat berarti “berdo’a dan merendahkan diri sepenuh hati” akan tetapi setelah Allah menyempurnakan agamaNya, menahan diri dari bicara dan makan aatau minum di sembarang waktu dikatakan Shaum (puasa). Begitu pula tidak boleh seseorang yang hanya berdo’a dengan sepenuh hati dapat dikatakan bahwa dia Sholat.
            Begitu pula halnya dengan jihad, kewajiban ini tidak secara otomatis gugur ketika seseorang melaksanakan dakwah atau membelanjakan hartanya. Tidak seorangpun dari kalangan ummat, baik salaf maupun khalaf yang memahami ayat
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41) atau ayat “ Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit”(At-Taubah: 38) kemudian diartikan sebagai “berangkatlah kamu Thalabul ilmi” atau memahaminya sebagai: “berangkatlah kamu kepada kebaikan”. Maka tetaplah bahwa jika suatu kata diartikan sebagai arti syar’i, ini bermakna dimaksudkan pengertian khusus dan terbatas, tidak dapat dipalingkan kepada pengertian lainnya, kecuali ada dalil lain yang memperbolehkan untuk meamlingkannya. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama’ di dalam ilmu tafsir.
Bila memahami masalah tanpa menggunakan barometer (kaidah) syar’i maka urusanya akan menjadi kacau dan simpang siur, akan terjadi miskonsepsi. Kehendak dan tujuan syara’ akan menjadi hilang dan tidak terlaksana. [12]
Kata syahid dan bentuk jamaknya syuhada digunakan dalam sejumlah ayat al-Qur’an. Di antaranya firman Allah yang menyatakan:        
“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itu teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An-Nisa [4] : 69).
Menurut Tafsir al-Fakhr ar-Razi, asy-syahid adalah orang yang memberi kesaksian akan kebenaran agama Allah, baik dengan argumen atau penjelasan, maupun dengan pedang dan tombak. Orang yang terbunuh di jalan Allah disebut dengan syahid. Sebab, orang tersebut mengorbankan jiwanya demi membela agama Allah dan menjadi kesaksian baginya bahwa agama Allah itulah yang benar. Lain dari itu adalah batil (ar-Razi, 1995: jilid 5, h.180).
Dalam ungkapan yang lain, penulis at-Tafsir al-Wadhih menerangkan, bahwa syuhada adalah orang yang menyaksikan ke-benaran dengan alasan dan bukti serta berperang di jalan Allah dengan pedang dan tombak hingga ia terbunuh (Hijazi, 1969: juz 5, h. 32). Dalam pandangan kedua mufasir itu, senjata yang diguna-kan menunjuk kepada peralatan perang yang masih bersahaja yang digunakan pada masa aI-Qur\'an diturunkan.
Menurut penulis Tafsir Majma' al-Bayan, syuhada adalah orang-orang ter-bunuh di jalan Allah, bukan mati karena maksiat. Seorang muslim sangat dianjurkan untuk mendapatkan predikat syahid tetapi tidak boleh mendambakan dibunuh orang kafir sebab perbuaatan itu adalah maksiat. yang terbunuh itu benar-benar ikhlas dalam menegakkan kebenaran karena Allah, mengakui dan mengajak kepada kebenaran. Oleh karena itu Syuhada adalah predikat terpuji. Orang boleh mendambakan predikat itu, tetapi orang tidak boleh mendambakan dibunuh oleh orang kafir, sebab perbuatan itu adalah maksiat.[13]
Penegasan yang hampir sama dikemukakan oleh Imam ar-Razi. Ia mengatakan bahwa memohon kepada Allah agar mati terbunuh di tangan orang kafir tidak dibolehkan. Permintaan semacam itu adalah suatu bentuk kekafiran[14].  Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menjelaskan: "Barang siapa memohon kesyahidan kepada Allah dengan benar, Allah akan membuatnya sampai pada derajat ke-syahidan, meskipun ia mati di atas tempat tidurnya" (an-Nawawi, 2005:245).
Dalam hadis riwayat Imam Muslim yang lainnya Rasulullah SAW. mengatakan: Barang siapa mencari kesyahidan akan diberikan kepadanya, meskipun ia tidak gugur sebagai syahid” (an-Nawawi, 2005: 245).          
Berdasarkan kedua hadis di atas, dapat dipahami bahwa kesyahidan dapat diidam-idamkan, namun kesyahidan yang dimaksud harus dengan jalan yang benar. Selain itu, derajat kesyahidan dapat diperoleh meskipun orang yang bersangkutan tidak mati terbunuh. Dengan kata lain, derajat kesyahidan terletak pada nilai perbuat-an seorang muslim yang telah turut serta berperang di jalan Allah. Menurut al-Jurjawi, Allah SWT. memberi keutamaan kepada orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka. Allah berfirman: "Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh" (Qs. at-Taubah [9]: 111).
Itu tidaklah dimaksudkan bahwa mereka mesti mengalami kematian. Namun, maksudnya adalah mereka berperang baik mereka terbunuh atau tidak terbunuh. Jika mereka terbunuh, maka hal itu adalah sesuatu yang jelas dan dimaklumi. Akan tetapi, jika mereka tidak terbunuh, maka mereka akan tetap memperoleh imbalan dan pahala. Mereka telah menantang bahaya dan menyiapkan diri untuk mati tanpa memperdulikan urusan dunia dengan segala keindahan dan perhiasannya. Mereka juga tidak memikirkan apa yang mereka tinggalkan seperti keluarga, harta benda dan anak-anak.[15]          
Syuhada dikenal luas dalam sejarah Islam ketika terjadi perang Badar. Ketika itu tentara muslim berperang melawan tentara kafir Quraisy. Dari kaum muslimin gugur sebanyak 14 orang, sementara di pihak musyrikin gugur 70 orang. Tentara muslim yang gugur dimakamkan dengan perlakuan khusus sebagai syuhada, misalnya dengan tidak dimandikan. Perang Badar dimenangkan oleh pihak kaum muslimin. Kemenangan itu ditandai, antara lain, dengan keberhasilan mereka menekan jumlah korban di antara anggota pasukannya dan menghalau pasukan musuh.
Perang Badar terjadi pada tahun kedua Hijrah. Nabi Muhammad SAW. bersama para sahabatnya hijrah ke Madinah untuk menghindari gangguan dan penderitaan yang ditimbulkan oleh kaum musyrikin pada periode Mekkah selama kurang lebih 13 tahun. Ketika ancaman masih terjadi pada periode Madinah, maka perang antara kedua belah pihak tak dapat dielakkan. Fakta sejarah tersebut, sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW. yang menyatakan:   
"Janganlah kalian mendambakan untuk bertemu dengan musuh, dan mintalah kepada Allah keadaan yang sehat sejahtera, namun jika kamu bertemu dengan mereka, maka tegarlah. Muttafaqun 'alaih (an-Nawawi, 2005: 248).
Tentara muslim yang mengikuti peperangan di jalan Allah terikat dengan sejumlah ketentuan. Syarat-syarat untuk menjadi tentara, yakni: 1) Baligh, 2) Islam, 3) Sehat jasmani dan rohani, dan 4) Keberanian (fisik yang tangguh, tahu tentang peperangan, terampil menggunakan senjata, mampu menghadapi kesulitan dalam perjalanan, dan tidak pengecut.

  1. Syarat-syarat Jihad

Hal-hal yang diperbolehkan jihad di dalam Islam ada empat, diantaranya ialah:
a.    Diperangi oleh orang-orang kafir
b.    Dianiaya oleh orang-orang kafir
c.    Diusir dari rumah tanpa alasan yang benar, kecuali karena berkata bahwaTuhan kami ialah Allah.
d.   Merajalelanya penindasan dan fitnah karena agama.

  1. Perbedaan Teroris dan Jihad

Dari pemaparan di atas dapatlah diambil sebuah kesimpulan bahwa antara konsep  jihad dengan konsep teroris sangatlah jauh berbeda. Faktor penyebab dari timbulnya teroris adalah lebih didominasi permasalahan politik, dengan kata lain bahwa permasalahan timbul karena masalah kekuasaan yang bersifat duniawi. Sedangkan jihad, lebih mengarah pada misi suci yaitu demi tegaknya dinnul Islam dan pembelaan harga diri kaum muslimin dari kesewenang-wenangan kaum kuffar. Hal ini adalah tugas muliya dan suci di dalam agama Islam.
Jika teroris, tidak memperdulikan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan yang mereka lakukan, yaitu selalu meninggalkan kerusakan dan trauma yang mendalam bagi masyarakat yang menjadi korban, yang terpenting apa yang menjadi tujuan mereka tercapai. Dalam hal ini, Islam sangat menolak dan mengutuk perbuatan teroris. Berbeda dengan teroris, jihad sangat peraturan dan syarat yang membolehkan seorang muslim berjihad. Mengutamakan
Terorisme bersifat merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha). Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan / atau menghancurkan pihak lain, yang dilakukan dengan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
Sedangkan jihad bersifat melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dilakukan dengan cara peperangan. Jihad bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan/atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi. Jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh dan sudah jelas.
Hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara. Berdasarkan firman Allah Swt:
”...Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya...”, (QS. Al Maidah [05]: 32)
  
Rasulullah Saw juga bersabda:
  
”Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti orang muslim lainnya” (HR. Abu Dawud)
.      
Sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib, berdasarkan firman Allah Swt:      ”dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.”  (QS. Al Anfal [08]: 60)     
”telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".  (Al Hajj [22]: 39-40)
. 
Dalam hadits lain, Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Anas, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jihad berlaku sejak Allah mengutusku sampai umat terakhirku memerangi Dajjal. Dia tidak dibatalkan oleh kelaliman orang yang lalim, dan tidak pula oleh penyelewengan orang yang menyeleweng.”
Jadi, pertumpahan darah bukanlah target tetap dalam Islam, sama sekali. Dan cukuplah bukti, bahwa seluruh pertempuran di era Nabi yang terjadi sebanyak 77 kali, korban jiwa tak sampai melewati angka 1018 nyawa saja.
Korban jiwa paling sedikit dalam seluruh sejarah pertempuran umat manusia sepanjang masa. Sebagai bukti, bahwa target jihad adalah justru untuk menghidupkan jiwa dan pelaksanaan syariat, bukan justru untuk melenyapkan nyawa.
         
  1. Kesimpulan
Ternyata jihad dan teroris sangat bertolak belakang dari penyebab, sampai pada tujuannya. Adapun kerancuan pemahaman yang terjadi saat ini, terhadap makna jihad dan terorisme lebih disebabkan adanya isu global kebijakan negara Barat terutama Amerika untuk mempertahankan peradabannya. Barat menganggap pasca tumbangnya Unisoviet dengan faktawarsanya, kebaradaan Islam-lah sebagai musuh utama yang akan menyingkirkan peradaban mereka. Setiap konsep yang ada di dalam Islam dianggapnya sebagai tonggak penghalang peradaban mereka. Islam kemudian dijadikan kambing hitam setiap kerusakan yang ada di belahan penjuru dunia.
Seperti gayung bersambut. Di sisih lain, terlepas dari faktor yang menyebabkan, ada sekelompok dari ummat Islam dengan menggunakan pendekatan skriptual tanpa menghiraukan pendekatan lainnya, memaknai segala konsep yang ada dalam Islam hanya dengan teks saja[16]. Sehingga terjadi kebakuan terhadap pemahaman sumber-sumber otoritas Islam. Pada akhirya, yang terjadi adalah benturan-benturan antara teks dan konteks yang ada. Wallahu A’lam






















         
DAFTA PUSTAKA

Artikel, Kenapa Kalian Takut Jihad, www.voa-islam.com.23/03/2011.

Ats-Tsamratul Jiyyaad fi Masaa-ili Fiqh Jihad.

Ar-Razi, 1995: jilid 5, h.

Gunawan, Adi, Kamus Praktis Ilmiah Populer, (Surabaya, Kartika: 2001)

Hasan, Muhammad Tholhah, Agama Moderat, Pesantren dan Terorisme, (Malang: Lista Farika Putra: 2004).

Huasaini, Adian, Wajah Peradaban Barat. Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005).

Kamus Digital Al-Mufid (www.muslim.or.id).

Maulani, Z. A, Zeonis Gerakan Menaklukan Dunia, http://tikamjejak.blogspot.com.
           
Lisanul Arab 4/107



[1] Adian Huasaini, Wajah Peradaban Barat. Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal.211.
[2] Ibid, hal.  212.
[3] Ibid, hal. 213. li
[4] Z. A. Maulani, Zeonis Gerakan Menaklukan Dunia, http://tikamjejak.blogspot.com. Terorisme yang paling brutal ialah serangan terhadap camp pengungsi Arab-Palestina di desa Shabra dan Shatila di Libanon Selatan selama lima hari beruntun dari tanggal 16-18 September 1982 yang dipimpin oleh brigadir jendral Ariel Sharon. Mereka membantai seluruh penghuni kedua kamp pengungsi yang terdiri dari anak-anak, wanita, orang-jompo, dan siapa saja yang mereka temui. Pembantaian tanpa mengenal peri-kemanusiaan itu memakan korban 3.297 orang syahid, dalam tempo hanya tidak lebih dari tiga hari.
[5] Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiah Populer, (Surabaya, Kartika: 2001)
[6] Kamus Digital Al-Mufid (www.muslim.or.id)
[7] Adi Gunawan, Kamus Praktis Ilmiah
[8] Muhammad Tholhah Hasan, Agama Moderat, Pesantren dan Terorisme, (Malang: Lista Farika Putra: 2004).

[9] Lisanul Arab 4/107
[10] Muhammad Tholhah Hasan, Agama Moderat, Pesantren dan Terorisme, (Malang: Lista Farika Putra: 2004)
[11] Ats-Tsamratul Jiyyaad fi Masaa-ili Fiqh Jihad; 08.
[12] Kenapa Kalian Takut Jihad, www.voa-islam.com.23/03/2011.
[13] ath-Thabarsi, 1994: jilid 3, h. 121
[14] Lihat ar-Razi, 1995: jilid 5, h. 180
[15] Al-Jurjawi, 1997: jilid 2, h. 221-222
[16] Dikecualikan kelompok Islam yang  mempertahankan keberadaan mereka di  negara non muslim yang selalu di didholimi. Seperti jkelompok Islam  MILF dan MNLF di Filiphina dan Hammas di Palistina.

2 komentar: